Yuk, Bersama Cegah Penyimpangan Perilaku Remaja dengan Kerja Sama Solid!

Beberapa waktu yang lalu, kita semua dikejutkan dengan pemberitaan mengenai seorang siswa sekolah yang menganiaya gurunya sendiri hingga tewas.

Tak hanya itu, kasus tawuran, perkelahian, hingga kasus-kasus kekerasan seksual juga makin sering kita dengar beritanya, dan hampir semuanya punya persamaan. Pelakunya (dan kadang juga korbannya) adalah remaja.

Ada apa dengan fenomena ini? Mengapa perilaku remaja semakin tak terkendali? Apakah ini pertanda kemajuan zaman?

Pastinya kita tidak hanya bisa menyalahkan zaman yang telah berubah saja. Ada banyak hal yang berpengaruh hingga memicu terjadinya penyimpangan perilaku pada remaja.

Lalu, akankah kita membiarkannya terjadi dan berkembang semakin parah?

Sebenarnya, Apa yang Dimaksud dengan Perilaku Menyimpang pada Remaja Ini?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perilaku menyimpang adalah tingkah laku atau perbuatan seseorang yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.

Seperti yang Anda tahu, bahwa dalam kehidupan masyarakat, kita semua bertindak dengan batasan yang berupa aturan (norma) yang dianggap baik oleh masyarakat.

Orang dengan perilaku menyimpang adalah mereka yang melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat tersebut.

Setiap orang bisa punya peluang untuk mempunyai perilaku menyimpang, termasuk remaja. Kartini Kartono (1988:93 dalam jonaidi, 2013) mengatakan remaja yang mempunyai perilaku menyimpang disebut pula sebagai anak cacat sosial.

Apa Saja Bentuk-Bentuk Penyimpangan Perilaku yang Bisa Dilakukan Oleh Para Remaja Kekinian Ini?

1. Tawuran atau Perkelahian dan Tindak Kekerasan Lainnya

Tawuran, perkelahian dan tindak kekerasan lainnya bisa digolongkan sebagai perilaku menyimpang, khususnya penyimpangan secara sosial.

Tawuran biasanya hanya diawali karena adanya konflik yang terjadi dalam satu sekolah (antar siswa), atau antar sekolah, entah itu karena perasaan solidaritas antar siswa dan sebagainya.

Sedangkan, kasus seperti siswa yang membunuh guru seperti yang diceritakan di awal artikel ini termasuk adalah tindakan kekerasan yang kemudian berujung kematian.

2. Penyalahgunaan Narkoba dan Alkohol

Penyalahgunaan narkoba dan alkohol adalah penggunaan narkoba dan alkohol tanpa izin dengan tujuan hanya untuk memperoleh kenikmatan.

Menurut data, ada sekitar 167 – 315 juta orang dari populasi penduduk dunia yang berusia 15-64 tahun telah menyalahgunakan narkoba dengan mengonsumsinya minimal sekali dalam setahun di tahun 2013 (UNODC, 2015).

Jenis narkoba yang paling sering disalahgunakan antara lain ganja, heroin, sabu, ekstasi, dan lain-lain.

Sedangkan, minuman keras merujuk minuman suling yang tidak mengandung tambahan gula dan memiliki setidaknya 20% alkohol berdasarkan volume (ABV). Namun, berdasarkan ketetapan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), setiap minuman yang mengandung alkohol, berapa pun kadarnya, dapat dikategorikan sebagai minuman keras.

Minuman keras yang populer antara lain arak, brendi, brendi buah (juga dikenal sebagai eau-de-vie atau schnapps), gin, rum, tequila, vodka, dan wiski.

3. Seks Bebas

Fenomena perilaku seks bebas ini kini sudah benar-benar berada di taraf yang memprihatinkan.

Masih menurut Data Kesehatan, meningkatnya jumlah kasus seks bebas menyebabkan makin tingginya pula jumlah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja yang meningkat antara 150.000-200.000 kasus setiap tahunnya.

Banyaknya kasus seks bebas di kalangan remaja ini juga membuat angka kasus penyakit seksual menular meningkat. Sebut saja angka penderita HIV/AIDS semakin bertambah, dan juga penyakit seksual menular lainnya—seperti sifilis, herpes genital, gonore dan lain-lain.

4. Terlibat Tindak Kriminal

Bentuk penyimpangan perilaku remaja yang terakhir adalah keterlibatan mereka dalam tindak kriminal, dari mulai mencuri, menodong, menjambret, hingga prostitusi.

Faktor Penyebab Penyimpangan Perilaku Remaja

Segala hal tentu ada penyebabnya. Begitu juga dengan penyimpangan perilaku remaja. Beberapa di antaranya yang paling penting adalah:

a. Kurangnya Pengawasan dan Keteladanan Orang Tua

Setiap perilaku anak selalu berawal dari rumah, dari keluarga dan dari orang tua. Sehingga saat si remaja mempunyai kecenderungan berperilaku menyimpang, maka pastinya kita harus kembali ke rumah terlebih dahulu, jika ingin mengetahui penyebab dan mencari solusinya.

Beberapa hal yang terjadi di tengah masyarakat terkait peran orang tua dalam pembentukan karakter anak dewasa ini adalah:

  • Orang tua terlalu sibuk dengan dunianya sendiri, sehingga “melupakan” kebutuhan anak akan kehadiran mereka, baik secara fisik maupun mental. Tak hanya soal contoh yang baik, bentuk kecil perhatian saja tak pernah bisa mereka berikan untuk anak-anak remaja yang sedang mencari jati diri ini.
  • Kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, juga antara orang tua dengan pendidik formal—dalam hal ini adalah guru di sekolah. Sehingga remaja-remaja pun seakan dibiarkan “berkeliaran” sendiri tanpa pendamping.
  • Pendekatan yang salah dari orang tua dalam menyikapi perilaku anak-anak remajanya, misalnya orang tua cenderung mengkritisi anak-anak mereka alih-alih mengajak mereka mengobrol dan berbicara dari hati ke hati.

Untuk mengatasi hal ini, maka setiap orang tua wajib untuk sadar dan “kembali” ke rumah dalam arti yang sebenarnya. Buatlah waktu-waktu yang berkualitas dengan anak-anak remaja, sekadar untuk mendengarkan cerita dan keluh kesah mengenai apa saja yang mereka alami dan rasakan.

Jangan sampai anak-anak remaja mencari perhatian dengan cara yang salah, dan berikanlah perhatian sebelum mereka memintanya.

b. Salah Pergaulan

Lingkungan merupakan salah faktor yang menentukan perilaku sesorang menurut H.L. Blum.

Seorang anak bisa saja telah mendapatkan didikan yang sempurna dari orang tuanya selama di rumah. Namun, di luar rumah bisa saja ia berperilaku berbeda 180 derajat karena terpengaruh buruknya lingkungan.

Tidak sedikit kita juga mendengar laporan tentang anak-anak yang dari keluarga taat agama menggunakan narkoba, seks bebas dan perilaku menyimpang lainnya.

Umumnya ini memang terjadi di perkotaan yang penduduknya begitu plural dan individualistis. Kenyataan cukup berbeda saat kita berada di daerah pedesaan, misalnya.

Saya pernah melakukan riset di perbatasan Papua dan Papua Nugini, yang mempunyai faktor pendorong terjadi kenakalan remaja—seperti penggunaan narkoba—yang begitu besar.

Ganja dan sabu bahkan diedarkan secara bebas di perbatasan ini. Namun, karena adanya kontrol masyarakat dan kearifan lokal yang masih begitu kental, maka mereka pun mampu mencegah para remaja berperilaku menyimpang. Hal ini jelas membuat para bandar atau pengedar tak bisa banyak berkutik di sana.

Dengan demikian, bisa kita simpulkan, bahwa tak hanya orang tua, masyarakat kita pun harus mampu menjadi pengawas dan pengayom bagi anak-anak remaja kita. Masyarakat haruslah bisa menjadi benteng kedua bagi remaja—setelah keluarga—dari pengaruh buruk yang mungkin datang.

Hal ini mungkin bisa dicapai jika masyarakat kita juga memiliki bekal pengetahuan yang cukup mengenai segala jenis perilaku menyimpang para remaja dan juga pemicunya.

c. Kurangnya Pendidikan Seks dan Kesehatan di Tingkat Remaja

Kecenderungan yang terjadi sekarang ini adalah banyak pihak yang masih merasa tabu untuk membahas mengenai seksualitas dengan para remaja.

Padahal pendidikan seksual ini tak pernah terlalu dini untuk diberikan. Bahkan mereka yang masih berusia praremaja pun sudah bisa diberikan pendidikan seksual, agar setidaknya mereka tahu bagaimana merawat dan menghargai tubuh mereka, serta tahu bagaimana menjaga kesehatan diri sendiri.

Objektivitas pendidikan seksual ini juga lebih condong ke arah sebatas pengetahuan mengenai kehamilan.

Padahal ada banyak hal lain yang seharusnya dikenalkan pada remaja terkait seks bebas, misalnya seperti pengetahuan mengenai penyakit seksual menular. Juga pengetahuan mengenai tubuh mereka sendiri, misalnya seperti saat usia mereka belum matang, maka organ reproduksi mereka pun belum siap untuk dipergunakan.

d. Kemajuan Teknologi

Teknologi ibarat menyediakan seluruh dunia ada dalam genggaman tangan kita. Pada dasarnya, hal ini sangat baik jika dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

Namun, menjadi tidak baik ketika karena kemudahan mengakses informasi atau mengakses sesuatu yang ingin diketahui ini membuat seseorang menjadi berperilaku menyimpang. Sebut saja, masalah pornografi yang dengan mudahnya ditemukan dan diakses dari internet. Bahkan sekarang juga tumbuh ancaman lain yang sama berbahayanya dengan pornografi, yaitu ujaran kebencian dan berita hoaks.

Anda pasti juga setuju kan, bahwa konten-konten negatif ini akan menjadi racun yang sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja kita?

Seseorang yang belum dewasa secara pemikiran pastilah belum mampu menyaring atau membedakan sesuatu yang benar dan tidak benar secara agama dan sosial.

Remaja—secara psikologi—masih membutuhkan bimbingan dari kita yang lebih dewasa mengenai sesuatu yang baik dan tidak baik.

Di sinilah peran orang tua, guru dan juga masyarakat pada umumnya, sebagai filter bagi para remaja, yang mampu mencegah pengaruh buruk dari teknologi.

Jadi apa kesimpulannya?

Jelas, bahwa tindakan pencegahan perilaku menyimpang remaja bukan hanya menjadi tanggung jawab sebagian orang saja, melainkan tanggung jawab kita semua—dari mulai orang tua, keluarga, masyarakat terdekat hingga pemerintah.

Hanya kerja sama yang solid dari berbagai pihaklah yang sekiranya bisa mengatasi persoalan yang sudah begitu memprihatinkan ini secara tuntas.

Credit Title

  • Penulis                 : Hasrina Amnutur
  • Editor 1                : Putri Tiara Rosha,SKM.,MPH
  • Editor 2                : Fitri Handayani,S.Kep.,MPH
  • Content Writer  : Carolina N. Ratri
  • Redaktur 1          : dr. Fatwa Sari Tetra Dewi,MPH.,Ph.D
  • Redaktur 2          : dr. Fitriana,MSc.,FM

Referensi

  1. Badan Narkotika Nasional (BNN). 2016. Press Release Hasil Survei Penyalahgunaan Dan Peredaran Gelap Narkoba Pada Kelompok Pelajar Dan Mahasiswa Di 18 Provinsi Tahun 2016. http://www.bnn.go.id/read/pressrelease/17366/hasil-survey-penyalahgunaan-dan-peredaran-gelap-narkoba
  2. Eitzen, Stanlen D, 1986, Social Problems, Allyn and Bacon inc, Boston, Sydney, Toronto
  3. 2013. Analisis Sosiologis Terhadap Perilaku Menyimpang Siswa Pada SMA Pembangunan Kabupaten Malinau. eJournal Sosiatri-Sosiologi, 2013, 1 (3): 11-24 ISSN 0000-0000, ejournal.sos.fisip-unmul.org
  4. Saputra, E. 2015. Upaya Keluarga Dan Masyarakat Dalam Menanggulangi Penyimpangan Perilaku Sosial Remaja Usia 13-15 Tahun Dan Hasil-Hasilnya Di Kelurahan Lemahwungkuk Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon. Tesis. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
  5. 2013. Perspektif Perilaku Menyimpang Anak Remaja : Studi Berbagai Masalah Sosial. http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/sls/article/view/1293
  6. Susanti, I & Handoyo, P. 2013. Perilaku Menyimpang Dikalangan Remaja Pada Masyarakat Karangmojo Plandaan Jombang. e-Journal UNESA; Paradigma. Vol. 03; No.02 Tahun 2015. http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/paradigma/article/view/11996/15592

Mungkin Anda juga menyukai