Jangan Abaikan Kesehatan Gigi dan Mulut, Lakukan Perawatan Sebelum Terasa Nyeri

Pernah mendengar lagu “Sakit Gigi” yang dinyanyikan oleh Meggy Z? Salah satu liriknya berbunyi, “Daripada sakit hati, lebih baik sakit gigi ini. Biar, tak mengapa ….”

Benarkah sakit gigi lebih baik daripada sakit hati? Barangkali jawabannya akan subjektif sekali ya, bisa beragam tergantung pada pengalaman masing-masing. Namun, pasti Anda juga setuju, bahwa pengalaman sakit gigi itu tak pernah mengenakkan—bahkan cenderung mengerikan. Kalau boleh memilih, pasti tak ada di antara kita yang mau mengalami baik sakit gigi maupun sakit hati.

Kesehatan Gigi dan Mulut yang Sering Diabaikan

Sakit gigi menjadi salah satu keluhan yang kerap disampaikan oleh pasien yang datang ke Puskesmas ataupun tempat pelayanan kesehatan lainnya. Namun, ironisnya, kesehatan gigi dan mulut memang menjadi prioritas terakhir di masyarakat kita.

Coba saja amati, kebanyakan orang akan datang untuk memeriksakan gigi mereka setelah mengalami sakit gigi, atau merasakan nyeri yang hebat. Bila nyerinya hilang, persoalan dianggap selesai. Padahal, perawatan kesehatan gigi dan mulut tidak hanya dilakukan saat tanda nyerinya muncul saja.

Hal ini terjadi karena adanya kesalahan persepsi mengenai perilaku perawatan kesehatan gigi. Banyak yang menganggap, bahwa adalah wajar jika ada karies gigi, wajar pula banyak gigi yang tanggal saat kita berusia lanjut. Penyakit gigi dianggap bukan penyakit yang berbahaya, dan bahkan perawatan gigi justru dijauhi lantaran malah membuat sakit (Tampubolon, 2005).

Padahal, tahukah Anda, dengan tahu-mau-mampu melakukan perawatan kesehatan gigi dan mulut, serta pencegahan penyakit gigi yang tepat, kita bisa saja mempertahankan gigi geligi asli kita seumur hidup lo. Tak hanya tetap utuh, gigi geligi kita bisa tetap berfungsi optimal sehingga membuat kualitas hidup kita pun lebih baik.

Kondisi Kesehatan Gigi dan Mulut Masyarakat Indonesia

Data riset terakhir melaporkan, bahwa masyarakat Indonesia yang mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut ada sekitar 25,9%. Dari total persentase yang bermasalah tersebut, hanya sekitar 8,1% saja yang meminta dan memperoleh perawatan di tempat pelayanann kesehatan.

Begitu pula mengenai kebiasaan menyikat gigi sesuai cara dan waktu yang disarankan. Hanya 2,3% masyarakat Indonesia yang melakukannya (Riskedas, 2013).

Data ini menunjukkan fakta, bahwa masyarakat kita masih menganggap sepele masalah kesehatan gigi dan mulut. Dengan kondisi ini, mau seberapa banyak pun usaha promotid dan preventif tidak akan berhasil dengan baik, dan sia-sia belaka.

Penyebab Kurangnya Perhatian akan Kesehatan Mulut dan Gigi

Rendahnya tindakan preventif terhadap penyakit gigi ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat yang benar mengenai kesehatan gigi dan mulut.
  2. Kurangnya jumlah dan intensitas tenaga kesehatan dalam melakukan kegiatan promotif, yaitu memberikan pemahaman yang benar dan motivasi bagi masyarakat agar aktif melakukan pencegahan terhadap penyakit gigi dan mulut.
  3. Kurangnya fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai, apalagi untuk daerah-daerah yang cukup terpencil. Hambatan lain dalam hal ini juga berkaitan dengan budaya atau keyakinan warga setempat. Salah satunya adalah kebiasaan menginang. Mari kita telusuri lebih lanjut mengenai hal ini.

Kebiasaan Menginang di Beberapa Tempat di Indonesia

Kebiasan menginang—atau yang biasa kita sebut dengan makan sirih pinang—menjadi salah satu kebiasaan masyarakat di beberapa wilayah di Indonesia. Khususnya di wilayah bagian timur, yaitu di Papua dan Nusa Tenggara Timur.

Menginang dianggap sebagai ritual adat, sehingga tak heran jika aktivitas ini menjadi rutinitas dalam suatu kelompok masyarakat.

Menariknya, mereka yang menginang sering berdalih, “Kakek nenek kita dulu yang biasa makan sirih pinang tak pernah mengeluh sakit gigi seperti halnya kita sekarang.”

Apakah benar, menginang bisa menghindarkan kita dari penyakit gigi? Apakah benar, sirih pinang baik untuk kesehatan gigi dan mulut?

Ternyata tidak. Pendapat ini ternyata keliru. Menurut penelusuran, menginang justru malah menyebabkan beberapa masalah kesehatan gigi dan mulut, di antaranya:

  • Menyebabkan gingivitis, atau radang gusi (Nesi, 2007)
  • Memperburuk kondisi periodontal, atau gigi dan jaringan di sekitarnya (Fatlolona, dkk., 2016)
  • Menyebabkan karies gigi, atau hilangnya bagian gigi yang keras sehingga mudah berlubang (Uamang, dkk., 2017)
  • Tingkat kebesihan gigi dan mulut lebih rendah (Siagian, 2012)
  • Menyebabkan gigi tidak utuh, bahkan ada yang tumbuh tidak beraturan, tanggal, dan warna gigi berubah menjadi hita, (Iptika, 2013).

Lalu bagaimana? Apakah kemudian kegiatan menyirih atau menginang ini harus dilarang? Tentu saja tidak mungkin, apalagi kegiatan ini sudah menjadi bagian dari tradisi dan budaya, maka akan sulit untuk menghilangkannya.

Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan untuk merawat kesehatan gigi dan mulut meski kita menyirih atau menginang adalah mengurangi frekuensi penggunaannya. Dan, jangan lupa untuk membersihkan gigi dan mulut setelah menginang.

Yuk, Tumbuhkan Kebiasaan Baik Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut

Gangguan kesehatan gigi dan mulut bisa menurunkan kualitas hidup kita, seperti terbatasnya fungsi untuk mengunyah, sulit tidur dan berkonsentrasi—terutama jika timbul rasa nyeri—juga bisa membuat kita merasa tak percaya diri kalau napas bau, gigi berwarna hitam, dan sebagainya.

Maka—tidak bisa tidak—kita harus melakukan tindakan pencegahan terhadap permasalahan gigi ini, yaitu dengan mengubah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut kita. Salah satunya adalah dengan sikat gigi dengan cara dan dalam waktu yang benar.

Kata “sikat” yang dimaksud tidak hanya mewakili kegiatan menggosok gigi, tapi menyangkut  keseluruhan tindakan pencegahan.

Semangat melakukan pencegahan masalah kesehatan gigi dan mulut ini biasanya paling gencar dilakukan saat memperingati hari kesehatan gigi dan mulut, baik level internasional maupun nasional. Hari Kesehatan Gigi dan Mulut (HKGM) sedunia yang dirayakan 20 Maret 2018 lalu mengusung tema ‘Say Ahh’ dengan subtema ‘Think Mouth, Think Health’. Kemudian dilanjutkan lagi dengan HKGM Nasional yang diperingati tanggal 12 September 2018, sehingga bulan September ditetapkan sebagai bulan Kesehatan Gigi dan Mulut.

Semua perayaan hari spesial tersebut bertujuan untuk menggemakan seruan tentang pencegahan segala gangguan pada gigi dan mulut. Kegiatannya bermacam-macam, seperti:

  • Penyuluhan
  • Simulasi perawatan atau menggosok gigi
  • Pemeriksaan dan penatalaksanaan masalah kesehatan gigi dan mulut.

Dalam peringatan ini, pemerintah, sektor swasta dan masyarakat umum bekerja sama melaksanakannya, sehingga bisa semakin berdampak luas.

Lewat peringatan tersebut, kita semua mestinya ikut bersemangat menerapkan saran-saran sederhana agar kesehatan gigi dan mulut terjaga, yaitu meliputi:

  • Rutin menggosok gigi dengan teknik yang benar. Frekuensi yang disarakan minimal 2 kali sehari, pada pagi hari dan malam hari menjelang tidur.
  • Sebisa mungkin untuk menghindari makanan yang manis dan lengket. Kalaupun terpaksa mengonsumsi makanan manis, sebaiknya segera membersihkan gigi dan mulut setelahnya.
  • Lakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali. Masalah kesehatan gigi bukan hanya menunggu tanda nyeri timbul dan baru mencari pertolongan. Deteksi dini sangat penting agar cepat melakukan tindakan yang tepat.
  • Kurangi faktor risiko lain, seperti menginang, merokok, dan sebagainya.

Dengan tindakan-tindakan pencegahan yang kemudian menjadi kebiasaan ini, maka kita tak perlu lagi memilih mau sakit hati atau sakit gigi. Karena, percayalah, dua-duanya sungguh tak mengenakkan. Atau, mungkin kita akan semakin sakit hati bila baru menyadari pentingnya perawatan gigi saat munculnya gejala sakit gigi. Yuk, sikat sebelum sakit!

Credit Title

  • Penulis                 : Saverinus Suhardin, S.Kep.,Ns (Perawat, Almuni Pendidikan Ners FKp Unair dan pengajar di Akper Maranatha Kupang)
  • Editor 1                : Putri Tiara Rosha,SKM.,MPH
  • Editor 2                : Fitri Handayani,S.Kep.,MPH
  • Content Writer  : Carolina N. Ratri
  • Redaktur 1          : dr. Fatwa Sari Tetra Dewi,MPH.,Ph.D
  • Redaktur 2          : dr. Fitriana,MSc.,FM

Referensi:

  • Fatlolona, Pandelaki, & Mintjelungan. (2016). Hubungan Status Kesehatan Periodontal dengan Kebiasaan Menyirih pada Mahasiswa Etnis Papua di Manado. Artikel penelitian pada Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Diakses tanggal 12 September 2018 dari: file:///C:/Users/Mr.%20X/Downloads/3156-5893-1-SM.pdf
  • Iptika, Amalisa. (2013). Keterkaitan Kebiasaan dan Kepercayaan Mengunyah Sirih Pinang dengan Kesehatan Gigi. penelitian pada Departemen Antropologi FISIP Universitas Airlangga. Diakses tanggal 12 September 2018 dari: http://journal.unair.ac.id/filerPDF/aun712fc6fc38full.pdf
  • Kementrian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
  • Nesi, Agustina. (2007). Hubungan Antara Makan Sirih Pinang dan Kebersihan Gigi dan Mulut dengan Kejadian Gingivitis: Studi di Kelurahan Eban, Kec. Miomaffo Barat, Kab. TTS, NTT. Skripsi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair Surabaya. Diakses tanggal 12 September 2018 dari: http://repository.unair.ac.id/22207/1/gdlhub-gdl-s1-2008-nesiagusti-8580-fkm138-k.pdf
  • Siagian, V. Krista. (2012). Status kebersihan gigi dan mulut Suku Papua pengunyah pinang di Manado. Dentofasial, Vol.11, No.1, Februari 2012:1-6. Diakses tanggal 12 September 2018 dari: file:///C:/Users/Mr.%20X/Downloads/285-564-1-SM.pdf
  • Tampubolon, S. Nurmala. (2005). Dampak Karies Gigi dan Penyakit Periodontal Terhadap Kualitas Hidup. Disampaikan pada pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap dalam bidang ilmu kedokteran gigi pencegahah/kesehatan gigi di Universitas Sumatera. Diakses tanggal 12 September 2018 dari: http://library.usu.ac.id/download/e-book/Nurmala%20Situmorang.pdf Uamang, Leman, & Ticoalu. (2017). Gambaran status karies gigi pada mahasiswa asal Kabupaten Mimika yang mempunyai kebiasaan menyirih di Manado. Jurnal e-GiGi (eG), Volume 5 Nomor 1, Januari-Juni 2017. Diakses tanggal 12 September 2018 dari: file:///C:/Users/Mr.%20X/Downloads/15153-30409-2-PB.pdf

Mungkin Anda juga menyukai

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial