Kenali Lebih Dekat Gaming Disorder: Gangguan Mental Akibat Kecanduan Game
Apakah Anda penggemar permainan video atau digital—yang lebih populer dikenal dengan video games dan juga games online–dan mengikuti perkembangannya? Jika ya, berarti Anda menjadi salah satu masyarakat kekinian.
Permainan video (video games) dan permainan digital semakin digemari oleh masyarakat dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya teknologi yang menyokong permainan. Menghilangkan batas usia, permainan ini pun digandrungi baik oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Di Indonesia sendiri telah tercatat bahwa terdapat 43,7 juta pemain aktif yanglantas mengantarkan Indonesia ke posisi ke-16 pasar permainan video terbesar di dunia di tahun 2017.
Namun, di balik perkembangan permainan video dan digital ini, terdapat dampak negatif yang perlu diwaspadai. Permainan ini seyogyanya dimainkan tak terlalu sering dan tak berlama-lama karena sifatnya hanya sebagai sarana hiburan. Bermain dengan bijak penting dilakukan untuk menghindari efek kecanduan bermain game, yang kini telah dinyatakan sebagai salah satu bentuk gangguan mental.
Ya, 18 Juni 2018 lalu, kecanduan bermain game diklasifikasikan WHO sebagai gangguan mental, dengan sebutan gaming disorder dan dikelompokkan dalam kategori yang sama dengan kecanduan berjudi.
Terlepas dari kontroversi yang menyertainya, perlu diperhatikan oleh masyarakat mengenai gaming disorder ini sehingga dapat dicegah sedini mungkin.
Karena itu, adalah penting bagi kita untuk mengenali lebih dekat gaming disorder ini, supaya kita bisa mengendalikan diri dan mencegahnya terjadi pada kita.
Apa itu gaming disorder dan apa cirinya?
Dalam ICD-11 for Mortality and Morbility Statistics—sebuah sistem pengategorian penyakit secara internasional oleh WHO—gaming disorder adalah gangguan yang dikarakteristikkan dengan perilaku bermain game terus-menerus atau berulang (permainan digital atau permainan video), baik daring (online) maupun luring (offline).
Asosiasi Psikiatri Amerika Serikat dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fifth Edition (DSM-5) mengusulkan, bahwa kriteria/ciri-ciri seseorang mengalami gaming disorder adalah sebagai berikut:
- Keasyikan bermain permainan daring, akan sangat sering memikirkan permainan sebelumnya atau menantikan permainan selanjutnya. Permainan daring menjadi aktivitas utama dalam kehidupan sehari-hari.
- Gejala putus ketika permainan dihentikan, dapat berupa sensitivitas meningkat, mengalami kecemasan atau kesedihan yang berlebihan.
- Kebutuhan untuk menghabiskan waktu lebih lama dalam bermain permainan daring.
- Gagal mengendalikan diri untuk tidak berpartisipasi dalam permainan.
- Melanjutkan permainan daring meskipun sudah mengetahui bahwa punya masalah psikologis.
- Berbohong kepada anggota keluarga, terapis, atau orang lain mengenai permainan yang dimainkan. Sembunyi-sembunyi saat bermain.
- Menggunakan permainan daring sebagai jalan keluar atau meringankan mood negatif
- Kehilangan ketertarikan pada hobi dan hiburan lainnya.
- Mengabaikan, kehilangan, dan membahayakan relasi sosial, baik dengan orang-orang terdekat ataupun dengan masyarakat, pekerjaan, atau kesempatan pendidikan dan pekerjaan secara signifikan karena lebih memilih bermain daring terus menerus.
Saat seseorang yang memiliki lima atau lebih ciri tersebut di atas, maka dapat didiagnosis bahwa yang bersangkutan kemungkinan telah mengalami gaming disorder.
Apa penyebab gaming disorder ini?
Pada umumnya permainan video atau digital menyebabkan pemainnya terjebak dalam putaran kompulsif.
Pemain memainkan permainan, mencapai tujuan, mendapatkan item atau ‘reward’ baru, dan pemain bermain kembali menggunakan item baru untuk mencapai tujuan berikutnya. Begitu seterusnya hingga berputar tanpa henti.
Jika dipandang dari segi neurosains, aktivitas bermain game yang berupa mencapai tujuan dan mengharapkan hadiah item baru setelah melaksanakan tugas ini lantas merangsang otak untuk melepaskan dopamin yang diartikan otak sebagai rasa senang.
Pelepasan dopamin ini menyebabkan beberapa orang terobsesi untuk mencari kesenangan lebih banyak lagi dengan melakukan hal yang sama secara terus menerus. Akhirnya hal ini menjadi perilaku kompulsif untuk terus memainkan permainan, yang pada akhirnya mengalami gaming disorder.
Pola atau mekanisme pelepasan dopamin yang sama seperti ini jugalah yang menjadi penyebab seseorang kecanduan rokok (akibat nikotin), kokain, dan berjudi.
Dampak gaming disorder yang bisa terjadi
Sesuatu yang mencandu dan dilakukan secara berlebihan tentu tidak akan baik efeknya. Termasuk soal bermain permainan video atau daring ini. Apa saja dampak yang bisa terjadi pada seseorang yang mengalami gaming disorder?
- Timbul masalah psikologis, berupa depresi, rendah diri, tingkat stres tinggi dan mengalami kecemasan berlebihan.
- Saat seseorang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain permainan video atau daring, maka ia pun besar kemungkinan akan melupakan pola hidup sehat yang seharusnya dilakukannya setiap hari. Ia akan lupa makan, lupa tidur, kurang minum, dan akhirnya mengabaikan kebersihan diri sendiri. Tentu saja, hal ini akan memengaruhi kesehatan fisiknya.
- Akan sangat mudah bagi seseorang yang mengalami gaming disorder untuk rela merogoh dompetnya dalam-dalam demi memuaskan rasa mencandunya. Ia mungkin akan membeli berbagai alat gaming yang mahal, membeli spare part ini itu, dan seterusnya. Untuk mereka yang melakukan gaming di warung gamenet, bisa jadi akan menghabiskan waktu berhari-hari di warung gamenet tersebut untuk menyewa alat. Keuangan jelas akan terkuras. Pada kasus ekstrem, bahkan seorang penderita gaming disorder bisa berutang demi hobi berlebihannya ini.
- Waktu yang seharusnya digunakan untuk melewatkan kebersamaan dengan orang-orang terdekat, seperti keluarga atau teman-teman, jelas akan berkurang, hingga bisa membuat si penderita gaming disorder akan terkucilkan.
- Terlibat tindakan kriminal. Beberapa waktu yang lalu sempat juga ada berita mengenai kasus seorang anak remaja di Jawa Barat yang nekat mencuri motor demi memuaskan nafsu gaming-nya.
- Pada tingkat yang ekstrem, bahkan bisa membahayakan nyawa. Pernah ada kasus remaja yang bunuh diri hanya karena koneksi internetnya diputus.
Duh, melihat berbagai dampak yang bisa dibawa oleh gaming disorder ini, sepertinya kita tak bisa tinggal diam lagi sekarang dan hanya menganggapnya sebagai tren sesaat saja.
Dengan dampak seserius itu, kita harus menemukan cara mencegah orang-orang terdekat kita dan juga kita sendiri mengalami gangguan mental ini.
Bagaimana mencegah dan menanggulangi gaming disorder?
Berdasarkan penelitian terkini di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Kanada, sebanyak 2,4% pemain game di negara tersebut memiliki setidaknya 5 gejala yang telah disebutkan di atas.
Jika persentase ini dianggap sama dengan di Indonesia—walaupun pada kenyataannya bisa lebih besar maupun lebih kecil—maka ada sekitar 1,05 juta pemain game dapat didiagnosis mengalami gaming disorder ini.
Tentu angka tersebut cukup mengkhawatirkan. Akan tetapi kita dapat menurunkannya dengan mencegah pengembangan gangguan mental tersebut, terutama pada anak-anak dan remaja yang sangat rentan.
Orang tua memiliki peran untuk mengawasi anak dalam bermain permainan video maupun digital, baik dari segi waktu maupun konten permainan. Sebagai catatan tambahan, permainan yang melibatkan kerja tim dan membunuh musuh disinyalir cenderung lebih adiktif.
Jadi, ingatkan anak jika sudah bermain terlalu lama dan ingatkan juga melakukan aktivitas lainnya yang perlu dilakukan olehnya.
Selain itu, beri pemahaman kepada anak mengenai dampak buruk bermain permainan video yang terlalu lama.
Jika Anda seorang pemain game, maka batasilah waktu permainan untuk mencegah kecanduan yang lebih parah. Lakukan aktivitas yang lebih bermanfaat lainnya untuk menyibukkan diri sehingga pikiran teralihkan dari permainan.
Jangan sampai aktivitas yang sifatnya menghibur ini malah mengurangi produktivitas Anda.
Jika teman, anak, atau bahkan Anda sendiri mengalami 5 atau lebih ciri seperti yang disebutkan di atas hubungi psikolog atau psikiater untuk penanganan lebih lanjut.
Gaming disorder sudah tak bisa diabaikan lagi, karena semakin lama semakin mengarah ke gangguan mental yang serius. Hanya kita sendirilah yang bisa mencegahnya datang pada orang-orang terdekat kita, dan juga kita sendiri.
Pengendalian diri adalah kuncinya.
Sehat selalu ya, baik jiwa maupun raga!
Credit Title
- Penulis : Irvan Ary Maulana Nugroho
- Editor 1 : Putri Tiara Rosha,SKM.,MPH
- Editor 2 : Fitri Handayani,S.Kep.,MPH
- Content Writer : Carolina N. Ratri
- Redaktur 1 : dr. Fatwa Sari Tetra Dewi,MPH.,Ph.D
- Redaktur 2 : dr. Fitriana,MSc.,FM
Referensi
- (18 Desember 2017). “Indonesia gaming industry has great economic potential: Industry group”. The Jakarta Post. Diakses pada 24 Juni 2018.
- World Health Organization. (22 Juni 2018). “6C51 Gaming Disorder”. ICD-11 for Mortality and Morbidity Statistics. Diakses pada 24 Juni 2018.
- Przybylski, Andrew K et.al. 2016. “Internet Gaming Disorder: Investigating the Clinical Relevance of a New Phenomenon”. The American Journal of Psychiatry. doi:10.1176/appi.ajp.2016.16020224.
- Davidow, Bill. (18 Juli 2012). “Exploiting the Neuroscience of Internet Addiction”. The Atlantic. Diakses pada 24 Juni 2018
- Rogers, Cameren. (20 Juni 2018). “WHO Calls ‘Gaming Disorder’ Mental Health Condition”. WebMD Article. Diakses pada 24 Juni 2018.