Mengapa Ibu Bersedih Setelah Melahirkan? Bisa Jadi Inilah Penyebabnya!
Seharusnya seorang ibu akan bahagia begitu bayi yang sudah dikandungnya lahir dengan selamat, bukan? Ya, nikmat mana lagi yang harus didustakan, sudah mendapatkan anugerah sebesar itu dari Tuhan?
Tapi, ternyata kondisi berkata lain. Sang ibu—yang seharusnya merasa bahagia itu—justru sering menangis tanpa sebab setelah bayinya lahir. Ia sering terserang kecemasan yang berlebihan, sering merasa sedih tiba-tiba, juga takut. Bahkan lebih jauh lagi, ia ingin bunuh diri atau membunuh bayinya karena alasan yang hanya ia sendiri yang mengerti.
Sungguh tak masuk di akal, bukan? Seharusnya, menurut logika, ia sedang berada dalam puncak kebahagiaannya. Tapi, ternyata tidak.
Ingatkah Anda, akan kasus ibu bunuh bayi dengan cara diduduki beberapa waktu yang lalu? Banyak orang menghakiminya sebagai ibu yang kejam. Sedangkan, sebagian kecil yang lain menduga si ibu terserang oleh baby blues syndrome yang sudah memarah.
Beberapa waktu yang lalu juga sempat viral di media sosial, seorang suami (dan ayah) menuliskan mengenai pengalamannya berjuang melawan depresi pasca melahirkan (post partum depression-PPD) yang diidap oleh sang istri. Sang istri pernah ditemukannya sedang berusaha bunuh diri, atau menjerit ketakutan saat bayinya disodorkan padanya untuk disusui.
Kalau membaca pengalaman si suami ini, sungguh, kita seharusnya semakin sadar bahwa baby blues syndrome dan depresi pasca melahirkan ini benar nyata dan terjadi di sekitar kita.
Baby blues syndrome itu apa ya? Dan, apa bedanya dengan depresi pasca melahirkan? Apakah ada bentuk depresi lain yang bisa diderita oleh seorang ibu yang baru saja melahirkan? Apa saja tandanya? Dan—yang paling penting—bagaimana kita membantu para ibu melewati fase depresif ini?
Simak artikel ini sampai selesai ya.
Apa itu baby blues syndrome?
Baby blues merupakan depresi dan psikosis pasca melahirkan.
Sadock (2015) dalam bukunya menyebutkan, bahwa baby blues dapat terjadi pada 30-75% wanita melahirkan. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai 2 minggu setelah melahirkan.
Apa penyebab baby blues syndrome?
Saat sedang dalam masa kehamilan, seorang ibu akan mengalami banyak perubahan hormon dalam tubuhnya, selain perubahan fisik.
Perubahan hormon ini terjadi sampai ia melahirkan, yang kemudian juga memengaruhi perasaan dan emosional ibu. Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena adanya penurunan hormon estrogen dan progresteron yang cepat, stres saat melahirkan, dan kesadaran akan tanggung jawab sebagai seorang ibu (yang ternyata sangat berat).
Seorang ibu yang sedang mengalami baby blues akan mengalami perubahan mood yang cepat, rasa sedih, menangis, kehilangan nafsu makan, dan sulit tidur.
Selain karena dipengaruhi oleh fisiknya sendiri, baby blues syndrome juga bisa diakibatkan karena kelelahan setelah melewati tahap melahirkan dan kemudian harus merawat si kecil yang baru lahir. Perubahan pola hidup ini bisa memicu depresi pada ibu, terutama yang tidak mendapatkan dukungan penuh dari orang-orang terdekatnya.
Ia pun mulai merasa khawatir tidak mampu merawat serta membesarkan anak dengan baik.
Apa bedanya dengan depresi pasca melahirkan atau post partum depression (PPD)?
Gejala depresi pasca melahirkan memang mirip dengan baby blues syndrome.
Depresi secara umum ditandai dengan munculnya perasaan sedih, kehilangan minat, dan berkurangnya energi. Namun, kemudian muncul pula gejala lain yang lebih berat ketimbang baby blues syndrome, yaitu:
- Mood swing yang hebat
- Rasa sedih yang berat
- Menangis berlebihan
- Insomnia, atau mengalami gangguan tidur
- Perubahan berat badan yang drastis (baik naik ataupun turun)
Gejala ini berlangsung sampai lebih dari 2 minggu.
Ibu yang mengidap depresi pasca melahirkan juga dapat memiliki pikiran untuk bunuh diri karena merasa tidak dapat menjadi ibu yang baik untuk anaknya. Menurut data yang ada, depresi pasca melahirkan terjadi pada 10-15% wanita.
Adakah bentuk lain lagi dari depresi ini?
Ada. Yaitu psikosis pasca melahirkan.
Psikosis pasca melahirkan memiliki gejala yang lebih berat dari baby blues syndrome maupun depresi pasca melahirkan.
Ibu yang menderita psikosis pasca melahirkan dapat mengalami halusinasi, waham, paranoid, dan memiliki pikiran untuk menyakiti dirinya sendiri atau bayinya.
Apa sih halusinasi, waham, dan paranoid itu?
Halusinasi adalah persepsi panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar. Contohnya mendengar bisikan untuk membunuh bayinya, padahal bisikan itu sebenarnya tidak ada.
Waham adalah pikiran yang tidak realistik, tidak logis, diyakini kebenarannya oleh penderita, dan tidak dapat dikoreksi. Contohnya seseorang merasa sangat berdosa sehingga dirinya harus dihukum seberat-beratnya. Padahal sebenarnya tidak ada kesalahan sama sekali yang dilakukannya.
Paranoid adalah kondisi seseorang yang meyakini bahwa orang lain ingin membahayakan dirinya.
Psikosis pasca melahirkan dapat terjadi beberapa hari setelah melahirkan hingga 8 minggu kemudian. Ibu yang menderita gangguan afektif sebelumnya seperti gangguan bipolar dan gangguan depresi memiliki risiko psikosis pasca melahirkan lebih tinggi.
Gangguan ini bisa disebabkan oleh keturunan; dari ibu, saudara perempuan, atau anggota keluarga perempuan yang lain. Penyebab yang lain juga hampir sama dengan baby blues syndrome, yaitu perubahan kadar hormonal atau perubahan pola tidur.
Jika semua gangguan di atas tidak segera tertangani dengan baik, maka bisa berakibat buruk bagi kesehatan ibu. Tak hanya itu, bisa mengancam keselamatan bayinya juga.
Berbagai bentuk depresi pasca-melahirkan di atas tidak bisa dianggap ringan atau dianggap sepele. Kalau gangguan ini tidak segera diobati, maka bisa menimbulkan dampak buruk seperti perilaku menyakiti diri atau bayi, bahkan bisa memicu munculnya keinginan untuk bunuh diri.
Jadi, apa yang bisa kita lakukan untuk memperingan beban ibu hingga terhindar dari depresi ini?
Andrea Yates, seorang ibu di Texas, telah membunuh 5 orang anaknya akibat depresi pasca melahirkan yang berkepanjangan tahun 2000 silam. Di Indonesia, sudah ada banyak kasus pula yang melibatkan ibu membunuh anaknya karena depresi.
Tak mudah memang menangani depresi tanpa bantuan profesional, seperti dokter atau psikolog.
Namun, jika Anda adalah seorang suami atau keluarga dari seorang ibu yang sedang berjuang melawan rasa depresi pasca-melahirkan, Anda tetap bisa membantunya untuk bisa sembuh dari gangguan ini.
Berikut adalah beberapa hal yang bisa Anda lakukan:
1. Jangan Menghakiminya
Setiap orang punya kondisi yang berbeda-beda. Seorang ibu barangkali tak merasa keberatan telah melahirkan beberapa anak, tapi ibu yang lain—dengan kondisi yang berbeda—rasanya begitu sulit melahirkan satu orang bayi saja.
Begitu pun dengan perawatan bayi. Bayi yang satu berbeda karakternya dengan bayi yang lain. Satu orang bayi mungkin memang tenang, sedangkan bayi yang lain suka cranky.
Semua kondisi tersebut bukan menjadi tanggung jawab si ibu. Bukan karena salah ibu, kalau ia melahirkan dengan susah payah. Bukan salah ibu pula kalau bayinya cranky.
Jadi, jangan menghakiminya. Apalagi dengan berkata, “Si ibu yang itu bisa tuh ngelairin lima anak dan sekarang sudah besar semua, pinter semua. Kamu satu anak aja kok ngeluh terus?”
Atau mungkin berkata, “Ngurus bayi memang capek! Semua juga gitu. Jangan manja!”
Tidak, bukan begitu cara untuk membuat seorang ibu bersemangat. Kalimat tersebut justru akan membuat kondisi kejiwaan ibu makin memburuk.
Jika Anda adalah ayah si bayi, maka Anda bisa berbagi tugas dengan ibu dalam perawatan bayi. Misalnya, jika si ibu sudah selesai memandikan, maka Andalah yang memakaikan baju, popok, dan seterusnya. Jika ibu istirahat di malam hari, dan bayi Anda menangis karena ingin menyusu, maka bawalah si bayi pada ibu sehingga ibu tak perlu repot-repot bangun dari tempat tidur.
Hal-hal kecil seperti ini bisa membuat si ibu merasa terbantu dan tertolong, dan membuatnya yakin bahwa ia tak sendirian dalam merawat si kecil.
2. Ajak Bicara
Kadang seorang ibu hanya ingin didengarkan keluh kesahnya. Maka, sediakanlah telinga untuknya.
Jika memang Anda punya solusi yang baik, tawarkanlah padanya dengan kata-kata yang positif. Sekadar tawaran untuk menemaninya mengurus bayi, itu sudah sangat berarti baginya.
Seorang ibu ingin diajak bicara, bukan selalu dituntut.
Jika Anda suami atau keluarga ibu yang baru saja melahirkan ini, maka dengarkanlah semua keluh kesahnya. Sebaiknya memang Anda membantunya mencari solusi dari permasalahannya. Ia akan merasa punya tempat untuk berbagi rasa dan cerita.
3. Carikan Teman
Jika mungkin, coba kenalkanlah sang ibu dengan ibu lain yang juga punya cerita yang sama dan bisa survived. Biasanya, mereka berdua akan related satu sama lain, nyambung. Hingga berujung kelegaan saat semua sudah diceritakan pada sesama yang pernah mengalaminya.
Banyak komunitas yang mewadahi para ibu untuk saling berinteraksi, yang mungkin bisa membantu. Misalnya, di Facebok group. Cobalah untuk mencarikan satu atau dua group yang sesuai.
Bagaimana cara mengatasi depresi bagi mereka yang sudah terlanjur mengidapnya?
Jika Anda adalah ibu yang mengalami baby blues, maka hal yang bisa Anda lakukan adalah:
- Istirahat yang cukup
- Meminta pertolongan keluarga atau teman
- Berinteraksi dengan sesama ibu yang baru saja melahirkan.
Biasanya gejala akan membaik dengan sendirinya dalam beberapa hari sampai 2 minggu.
Sedangkan jika Anda mengalami depresi pasca melahirkan, maka sebaiknya segeralah menemui dokter. Kemungkinan Anda akan membutuhkan psikoterapi (konsultasi dengan psikiatri) dan/atau obat antidepresan. Depresi pasca melahirkan dapat membaik dalam 6 bulan, tentu dengan bantuan orang-orang yang menyayangi Anda juga.
Sedangkan psikosis pasca melahirkan membutuhkan penanganan yang segera oleh profesional dengan obat antidepresan, anti psikotik, mood stabilizer, atau terapi kejang listrik.
Segeralah datang ke fasilitas kesehatan terdekat, agar Anda segera mendapatkan pertolongan secara tepat.
Yuk, jadi pintar dengan tidak memperburuk kondisi para ibu yang baru saja melahirkan dengan selalu menuntutnya menjadi seorang supermom, karena mereka juga manusia biasa yang bisa down, jenuh, capek dan penat.
Credit Title
- Penulis : Victa Ryza Catartika
- Editor 1 : Putri Tiara Rosha,SKM.,MPH
- Editor 2 : Fitri Handayani,S.Kep.,MPH
- Content Writer : Carolina N. Ratri
- Redaktur 1 : dr. Fatwa Sari Tetra Dewi,MPH.,Ph.D
- Redaktur 2 : dr. Fitriana,MSc.,FM
Referensi
- Mayo Clinic 2015, ‘Diseases and Conditions Postpartum Depression’, 11 August 2015, viewed 3 December 2017, http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/postpartum-depression/basics/treatment/con-20029130.
- Sadock, BJ, Sadock, VA, Ruiz, P 2015, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry 11th Ed. Wolters Kluwer, Illinois.