Insomnia – Frequently Asked Question (FAQ) dan Beberapa Fakta Tentangnya

Apakah Anda mengalami sulit tidur? Insomnia?

Well, memang ada beberapa macam gangguan tidur yang biasa dialami, terutama oleh generasi millenial. Salah satunya adalah insomnia.

Pada dasarnya, setiap orang membutuhkan waktu tidur yang berbeda-beda. Orang dewasa biasanya membutuhkan tidur paling tidak selama 7-8 jam per hari. Namun, sebagian orang juga sudah merasa cukup tidur dengan 3-4 jam saja. Semakin bertambah usia, maka semakin sedikit pula waktu yang kita butuhkan untuk tidur.

Yah, berapa pun waktu tidur yang kita perlukan, yang penting adalah apakah kita akhirnya bisa bangun dengan kondisi segar kembali? Itulah indikasi apakah tidur kita cukup sesuai dengan yang dibutuhkan atau tidak.

Nah, masalahnya, kondisi di zaman now dengan segala tuntutan hidup yang ada membuat beberapa dari kita harus berhadapan dengan berbagai masalah. Saat kita sedang berada dalam masalah, maka otak pun dipaksa bekerja lebih keras untuk menemukan solusinya. Otak yang bekerja lebih keras rentan akan stres, yang kemudian menyebabkan kita mengalami kesulitan untuk tidur. Yang biasa kita sebut dengan insomnia.

Sebenarnya, istilah “insomnia” ini sudah familier ya, di telinga kita. Tapi, tak banyak orang benar-benar memahaminya, apalagi tahu penyebabnya dan juga tahu bagaimana cara mengatasinya.

So, sepertinya oke juga nih kalau kita bahas beberapa pertanyaan yang mungkin terlintas di benak kita saat mendengar istilah insomnia ini. Juga kita cari tahu yuk, apa saja gejala dan bagaimana cara mengatasinya.

Simak artikel ini sampai selesai ya.

Beberapa pertanyaan dan fakta seputar insomnia yang harus Anda ketahui

1. Apa itu insomnia?

Insomnia didefinisikan sebagai kesulitan dalam memulai atau mempertahankan tidur.

Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition (DSM-5)—sebuah jurnal kesehatan jiwa yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association—insomnia didefinisikan sebagai ketidakpuasan dengan kualitas atau kuantitas tidur.

Yang perlu dicatat lagi adalah bahwa insomnia ini merupakan bentuk gangguan, dan bukan penyakit.

2. Siapa saja yang bisa mengalami insomnia?

Studi menunjukkan bahwa 30% dari orang dewasa di dunia mengalami insomnia.

Beberapa kalangan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami insomnia, di antaranya yaitu orang tua dengan gangguan medis lain dan wanita. Baca juga https://masyarakatsehat.id/2018/02/28/kurang-tidur-ternyata-berakibat-lebih-buruk-pada-wanita-waspada/ 

Ada juga hasil penelitian yang mengejutkan, yang dilakukan oleh psikiater anak dari Providence, Rhode Island Amerika Serikat. Ternyata insomnia juga bisa dialami oleh anak-anak lo!

Dr Judith A. Owens dari Rhode Island Hospital dan Brown University menyebutkan, bahwa insomnia secara signifikan telah memengaruhi 29% dari anak-anak secara keseluruhan.

Fakta memprihatinkan lain juga ditemukan dalam penelitian Dr. Judith ini, yaitu sekitar seperempat pasien anak penderita insomnia dengan gejala yang berat bahkan menggunakan obat tidur, meski tidak ada persetujuan dari US Food and Drug Administration untuk penggunaan obat tidur pada anak-anak.

Jadi, kesimpulannya, insomnia ini tak mengenal usia, bisa menyerang siapa saja.

3. Apa penyebab insomnia?

Insomnia dapat disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:

  • Konsumsi obat tertentu, terutama obat yang mengandung kafein. Jenis obat gagal jantung tertentu, juga dapat menyebabkan insomnia, karena penderita yang diberi obat sejenis ini akan lebih sering terbangun untuk buang air kecil.
  • Konsumsi minuman tertentu, yang mengandung kafein akan membuat seseorang mengalami insomnia. Sebenarnya sih kadar kafein yang dibutuhkan seseorang untuk tetap terjaga memang berbeda-beda. Orang yang sudah terbiasa minum kopi akan mengalami toleransi sehingga membutuhkan dosis yang lebih besar untuk tetap terjaga. Dan sebaliknya dengan mereka yang tidak terbiasa minum kopi. Begitu juga dengan minuman beralkohol, jika diminum terlalu banyak maka akan menimbulkan gangguan insomnia.
  • Lingkungan, ruang tidur yang tidak nyaman juga menjadi penyebab terbesar insomnia. Misalnya, lingkungannya berisik, tempatnya terlalu terang, atau tidur di tempat yang baru juga dapat menyebabkan insomnia.
  • Masalah psikis atau kejiwaan ringan seperti kecemasan dan depresi, merupakan penyebab emosi tersering yang terjadi pada insomnia. Seseorang yang cemas biasanya akan sulit untuk mulai tidur (early insomnia). Sedangkan orang yang depresi biasanya akan terbangun pada malam hari, lalu tidak bisa kembali tidur (late insomnia).
  • Keluhan fisik, misalnya seperti ketika seseorang sedang tidak melakukan aktivitas, biasanya keluhan fisik seperti nyeri akan lebih dirasakan, sehingga akan mengganggu seseorang untuk memulai
  • Pola hidup yang buruk, seperti ritual dan jadwal tidur yang tidak teratur juga bisa menjadi penyebab insomnia. Misalnya, jadwal tidur yang berbeda di hari kerja dan di akhir pekan, atau tidur terlalu cepat atau terlalu lambat.
  • Makan terlalu banyak ataupun tidur segera setelah makan akan berpotensi menimbulkan sakit di ulu hati. Hal ini juga bisa menyebabkan insomnia.
  • Mengalami masalah kesehatan fisik, misalnya seperti menderita asma dan penyakit paru-paru, jantung, otot dan sendi, gangguan hormon, gangguan syaraf (Alzheimer atau Parkinson), kanker, pembesaran prostat ataupun menderita gangguan yang membuat Anda tidak dapat mengontrol buang air kecil (inkontinensia urine), gangguan pencernaan, hingga stroke.

4. Seperti apakah gejala insomnia?

Insomnia biasanya disertai satu atau lebih gejala berikut:

  • Kesulitan memulai tidur selama lebih dari 30 menit dalam waktu beberapa hari berturut-turut
  • Sering terbangun lebih dari 30 menit tiap malamnya dalam waktu beberapa hari berturut-turut
  • Bangun terlalu pagi atau bangun dalam keadaan tidak segar.
  • Kelelahan fisik yang luar biasa
  • Gampang stres, mudah tersinggung, atau cepat marah

Perlu Anda ketahui, bahwa semakin besar usaha kita mencoba untuk tidur, justru malah makin susah tidur.

Apalagi sampai gelisah melihat jam setiap waktu, menghitung sudah berapa lama kita melek (dan tak juga bisa tidur) justru akan semakin menimbulkan perasaan terdesak dan akhirnya stres sendiri.

Stres karena tidak bisa tidur ini membuat insomnia kita semakin parah. Tempat tidur akhirnya layaknya medan perang, yang membuat kita takut menghadapi malam hari.

5. Bahaya apa yang bisa ditimbulkan oleh insomnia?

Insomnia dapat menyebabkan seseorang tetap merasa mengantuk ketika terbangun.

Jika seseorang mengantuk ketika berkendara, tentu akan berisiko untuk terjadi kecelakaan. Begitu pula jika seseorang mengantuk ketika bekerja.

Selain itu, penderita insomnia akan merasakan kelelahan yang berlebih, konsentrasi yang buruk, mudah marah dan kesulitan dalam berpikir jernih.

Survei terhadap 1,1 juta penduduk di Amerika juga dilakukan oleh American Cancer Society menemukan, bahwa mereka yang dilaporkan tidur sekitar 7 jam setiap malam memiliki tingkat kematian terendah.

Orang yang tidur kurang dari 6 jam atau lebih dari 8 jam berisiko menghadapi kematian lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidur selama 7-8 jam sehari.

Jika Anda terbiasa tidur selama 8,5 jam atau lebih setiap malamnya, maka hal ini dapat meningkatkan angka kematian sebesar 15%.

Sedangkan insomnia kronis—tidur kurang dari 3,5 jam (wanita) dan 4,5 jam (laki-laki)—juga dapat menyebabkan kenaikan sebesar 15% tingkat kematian.

6. Bagaimana cara mengatasi insomnia?

Beberapa cara yang paling mudah untuk mengatasi insomnia adalah dengan melakukan sleep hygiene.

Apa itu sleep hygiene? Yaitu cara tidur secara sehat, di antaranya adalah:

  • Membiasakan diri tidur dengan waktu yang tetap.
  • Membiasakan bangun pada waktu yang sama setiap hari walaupun hanya dapat tidur sebentar.
  • Jangan membiasakan konsumsi obat tidur agar bisa tidur.
  • Berkemih dulu sebelum tidur.
  • Menghindari konsumsi kopi dan teh sebelum tidur.
  • Jangan berolahraga di sore hari. Olahraga lebih baik dilakukan pada pagi hari.
  • Menghindari tidur siang yang terlalu lama. Tidur siang yang baik cukup dalam waktu 15 menit sampai 1 jam.
  • Saat Anda tidak juga bisa mulai tidur, jangan panik ataupun cemas. Segera lakukan beberapa hal mungkin bisa memicu rasa kantuk. Membaca buku sesuai minat Anda, misalnya, atau mendengarkan musik-musik yang menenangkan, mungkin akan bisa membantu.
  • Buat suasana kamar yang baik untuk tidur, seperti gunakan cahaya seminimal mungkin, dan tidak berisik.
  • Belajar meditasi atau yoga, yang dikenal mampu menenangkan pikiran dan mencapai keseimbangan hidup.

7. Perlukah menggunakan obat tidur untuk mengatasi insomnia?

Obat tidur bagi para penderita insomnia biasanya merupakan obat golongan benzodiazepine. Contohnya diazepam, lorazepam, dan alprazolam.

Obat golongan ini memiliki efek anti cemas, sedasi, dan relaksasi otot. Seturut sifatnya, penggunaan obat-obat ini dalam jangka panjang akan berisiko terjadi ketergantungan (adiksi).

Seorang pasien yang mengonsumsi obat tidur dalam waktu lama sebaiknya rutin kontrol ke dokter. Jangan menghentikan konsumsi obat secara mendadak karena dapat menimbulkan gejala putus obat (rebound phenomenon). Jika memang dibutuhkan, biasanya dokter akan mengurangi dosis obat hingga bisa berhenti.

Nah, Anda sekarang sudah semakin mengenal gangguan tidur insomnia ini kan?

Hal terpenting untuk mengatasi insomnia adalah jangan panik saat Anda tak juga bisa mulai tidur, karena malah akan membuat gangguan tersebut semakin parah. Rilekslah sejenak, sambil melakukan aktivitas ringan selama kurang lebih 15 menit, lalu cobalah untuk tidur lagi.

Jika masih belum bisa tidur, ulang lagi langkah di atas.

Jangan lupa untuk mengubah pola hidup Anda agar lebih sehat dengan memperbanyak buah dan sayur, serta minum air putih ya.

Artikel serupa https://masyarakatsehat.id/2018/02/28/kurang-tidur-ternyata-berakibat-lebih-buruk-pada-wanita-waspada/

Credit Title

  • Penulis                 : Victa Ryza Catartika
  • Editor 1                : Putri Tiara Rosha,SKM.,MPH
  • Editor 2                : Fitri Handayani,S.Kep.,MPH
  • Content Writer  : Carolina N. Ratri
  • Redaktur 1          : dr. Fatwa Sari Tetra Dewi,MPH.,Ph.D
  • Redaktur 2          : dr. Fitriana,MSc.,FM

Referensi

  1. Roth, T 2007, ‘Insomnia: Definition, Prevalence, Etiology, and Consequences’, Journal of Clinical Sleep Medicine, vol. 15, no. 5, pp. S7-S10.
  2. Sadock, BJ, Sadock, VA, Ruiz, P 2015, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry 11th Ed. Wolters Kluwer, Illinois.
  3. “Insomnia Behavioural and Cognitive Intervention” (pdf). WHO. 7 September 2005
  4. Rowley, James A.; Nicholas Lorenzo (7 September 2005). “Insomnia”. eMedicine from WebMD.

Mungkin Anda juga menyukai